alam raya memanggilnya dengan nama Biru. cuma satu kata. ya, singkat dan mudah diingat. kalau lupa, kita bisa mengingatnya lewat benda-benda di alam raya itu sendiri. bisa lewat laut, langit, lukisan, kapal, juga mungkin sebuah buku.
Biru.
sedang hidup di belahan bumi yang sama dengan kita. di tengah landscape kota yang padat, berisik, dan sibuk. ia bahkan biasa mengamati sekitar, mempelajari gaya bicara orang-orang, mengecek suhu panas siang hari, membaca prediksi cuaca seminggu ke depan, juga resep makanan anak kos yang simpel sekaligus hemat.
ia seringkali mendengar deru kendaraan di lampu merah untuk mengobati satu hari yang baginya tidak berjalan sempurna seperti rencana. ia membaca banyak buku. selayaknya ia membaca banyak sinyal yang dikirim semesta. katanya, semesta itu niskala. maksudnya, semesta yang kita tempati ini abstrak sebelum kita mau membelah isi kepala lebih dalam untuk menemukan maknanya. kalau sudah berani berenang, berarti kita siap tenggelam. setelahnya, kita harus bertaruh untuk bisa ambil napas naik ke daratan. begitu cara ia menggambarkan isi semesta, apa yang sedang tersembunyi memang perlu dicari. selama ia tidak pindah tempat, hati akan menuntun kaki kita kesana.
Biru gemar mendengarkan sesuatu, siut angin, rintik hujan, ombak pantai, kicau burung, lagu - lagu lawas, atau suara kepalanya sendiri. ia cenderung memaafkan banyak hal, termasuk yang seharusnya tidak butuh dimaafkan. kalau lagi kesepian, ia menghitung bintang. kalau sedang di keramaian, ia merekam langit yang sedang jalan dengan awannya. ia adalah bagian kecil dari semesta yang luar biasa besar dan berwarna.
Biru mau jadi salah satu pecahan dari warna itu. tetapi warna yang dilukis dari kanvasnya sendiri. bukan dari sesiapa. ia ingin jadi Biru yang tunggal. yang meski bisa disamakan dengan apa saja, ia tetaplah Biru.
kata Biru, tidak masalah bila ingin jadi sesuatu yang dikenal oleh alam semesta. asal diri sendiri tidak berubah warnanya. Biru ingin jadi Birunya sendiri.
semoga kamupun sama ya.
_____________
picture edited with phonto
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus