Terkini

banyak semoga untuk kita

Gambar
hai teman frasa. rasanya sudah lama tidak saling sapa ya.  kita pernah menghabiskan waktu untuk menebak-nebak hidup. kita pernah duduk di tempat luas yang lapang untuk menerka-nerka kisah apa ya yang akan terjadi selanjutnya. kita pernah mengira-ngira jalan mana lagi yang akan jadi persimpangan dan pos berhenti. banyak harap yang tumbuh mekar berhamburan pada dunia kamu dan mungkin kita yang akhir-akhir kemarin sering banyak keresahan. dunia yang nyala padam di tengah lalu lalang banyak orang.  katamu, kita bukan pusat semesta, maka tidak ada yang berkewajiban senantiasa mengerti pelik isi kepala dan ruam jiwa yang membiru. kita berulang kali menyampaikan semoga di antara kata mudah-mudahan. semacam semoga kita sampai meski jalannya sangat jauh. semoga kita terus tabah meski seluruh kita sama-sama baru menjadi manusia dewasa pertama kalinya. di antara kosakata kacau dan jalan buntu, kita terus berusaha mencari pintu terbuka untuk berdiri, sekali lagi.  kita pernah berpikir

Meromantisasi Waktu Seraya Meletakkan Doa Di Sebelah Tanda Koma

Bolehkah meromantisasi waktu? seperti menabur butiran arum manis di setiap awal bulan yang baru lahir. 

"Desember, be kind"  kata orang-orang pagi ini.

Waktu itu nggak punya pasangan, selain jarak. Tapi ada yang selalu alive di dalamnya. 
Siapa? Kita. 
Jadi boleh kan meromantisasi waktu? boleh saja, kata semesta. Seperti manusia yang diperbolehkan merayakan kehilangan, sepotong duka, dan rintik air mata. Perayaan tidak selalu harus untuk sesuatu yang menyenangkan. Perayaan sedih ialah bagian dari hidup. Bahwa kita nggak bisa memilih untuk senang seterusnya atau sedih selamanya.

Maka merayakan seperti sebuah jeda untuk kita belajar menerima. Karena yang menakutkan bukan saat manusia tidak bisa keluar dari rasa sedihnya, tetapi saat ia menolak bahwa ia sedang ada di kesedihan?
Takut nggak bisa membedakan mana harapan mana kenyataan. Tidak ada yang lebih mengerikan daripada kaki yang sedang memaksa pergi ke langit padahal sedang benar-benar ada di bumi.

Barangkali Tuhan memang sengaja menciptakan waktu sebanyak dua belas. Supaya ketika satu waktu membuat manusia sedih, ia diberi kesempatan untuk senang di waktu yang lain. Tapi kenapa ya ketika kita berdoa supaya diberi Januari yang manis, Februari yang baik, Maret yang berwarna sampai Desember yang bahagia sesekali kita justru dilempar ke waktu yang sama sekali nggak ada di doa? 

Karena Tuhan ingin memberi tahu bagaimana cara kerja sebuah tanda koma. Supaya bisa ambil napas sebentar, minum seteguk air atau lepas sepatu untuk ganti sepatu lain. Tanda koma menyuruh kita untuk memperpanjang doa dimana saja kapan saja untuk siapa saja. Sebelum semesta meletakkan tanda titik, kita diizinkan untuk meletakkan doa apa saja. Sebanyak apapun sepanjang apapun. Semesta nggak ingin kita selalu senang-senang, semesta cuma ingin kita menjadi cukup.

Karena sekarang kita masih ada di antara tanda koma, berarti kalau mau rehat boleh tapi sebentar saja ya. Sampai suatu hari kita ketemu tanda titik buat benar-benar berhenti. Desember sejumlah 31 mungkin nggak bisa mengabulkan doamu satu-satu. Tapi telinga Tuhan nggak pernah pindah tempat. Ia mendengarkan doa kita meski sesekali kita lupa mengulanginya.

______________________________________________

Welcome Desember.
Tulisan ini dibuat dengan Penuh Harapan. 
Surabaya, 1 Desember 2021.

Komentar

Advertisement

Postingan populer dari blog ini

Senandika dan Dara

Bukan Sekarang, Mungkin Nanti

K E H I L A N G A N

Part of @baitfrasa_id

Find Us on Instagram !!!