Terkini

banyak semoga untuk kita

Gambar
hai teman frasa. rasanya sudah lama tidak saling sapa ya.  kita pernah menghabiskan waktu untuk menebak-nebak hidup. kita pernah duduk di tempat luas yang lapang untuk menerka-nerka kisah apa ya yang akan terjadi selanjutnya. kita pernah mengira-ngira jalan mana lagi yang akan jadi persimpangan dan pos berhenti. banyak harap yang tumbuh mekar berhamburan pada dunia kamu dan mungkin kita yang akhir-akhir kemarin sering banyak keresahan. dunia yang nyala padam di tengah lalu lalang banyak orang.  katamu, kita bukan pusat semesta, maka tidak ada yang berkewajiban senantiasa mengerti pelik isi kepala dan ruam jiwa yang membiru. kita berulang kali menyampaikan semoga di antara kata mudah-mudahan. semacam semoga kita sampai meski jalannya sangat jauh. semoga kita terus tabah meski seluruh kita sama-sama baru menjadi manusia dewasa pertama kalinya. di antara kosakata kacau dan jalan buntu, kita terus berusaha mencari pintu terbuka untuk berdiri, sekali lagi.  kita pernah berpikir

Surat Untuk Kartini



Perempuan anggun yang tanpa solek rias dari parasnya, kecantikan mengalir dan melebur menjadi kebaikan untuk banyak orang. Bagaimana membaktikan diri kepada orang tua sebagai anak yang harus tunduk akan titah dan sabda pun menentang batas-batas antara perempuan dan laki-laki. Batas antara perempuan dengan cita-cita, mimpi, dan kebebasan.

Pada zaman kami lahir, kami disuguhi kebebasan yang begitu melimpah Ibu. Bersekolah saja bisa memilih antara negeri atau swasta. Menjadi sarjana di dalam negeri saja atau melancong ke negeri tetangga. Handphone dimana-mana. Duduk berdua saja kami saling mengirim perasaan dan pemikiran melalui teks yang bersuara.

Ibu, apa jadinya relung hati melihat kebebasan yang begitu direnggut? Anak muda yang hendak mengepakkan sayapnya melihat isi dunia, terpaksa harus terbentur dengan doktrin zaman baheula. Gadis muda ayu yang hendak bermimpi lebih tinggi dipaksa harus menikah. Lelaki yang tidak dikenal pun sementara kami sedang asyik berkenalan dengan pemuda lain dengan mudahnya.

Dunianya menjadi sempit. Nafas hanya cukup untuk melihat perempuan didiskriminasi. Perempuan mengurus rumah tangga saja. Membesarkan anak. Toh nanti siapa yang mengurus anak kalau sekolah tinggi-tinggi. Kodrat perempuan di rumah, itu titah. Kenyataan yang memilukan itu tertuang dalam surat-surat sebagai bentuk ketidakterimaanmu akan zaman yang sedang bergeming itu. Pendidikan ialah anugerah untuk siapa saja. Perempuan pun laki-laki. Rakyat biasa pun pribumi. Siapapun boleh membaca buku, menyelaminya, keliling ke belahan dunia mana saja.

Surat-suratmu membuka pemikiran baru akan bagaimana dunia bekerja. Perempuan tidak boleh tertinggal bahkan berhak untuk sejajar dengan laki-laki. Mimpi adalah senjata abadi yang pelurunya menembus batas-batas yang tidak pernah dijamah. Pemikiran itu beranak pinak bagi mereka yang lahir di zaman terbaru ini untuk melanjutkan mimpi sang raden ajeng. Patriarki masih ada, namun emansipasi adalah harga mati.

"Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyang"

Syurga menaungimu Raden Ayu.


Surat untuk Kartini
21 April 2021 

Komentar

Advertisement

Postingan populer dari blog ini

Senandika dan Dara

Bukan Sekarang, Mungkin Nanti

K E H I L A N G A N

Part of @baitfrasa_id

Find Us on Instagram !!!