Perempuan anggun yang tanpa solek rias dari parasnya, kecantikan mengalir dan melebur menjadi kebaikan untuk banyak orang. Bagaimana membaktikan diri kepada orang tua sebagai anak yang harus tunduk akan titah dan sabda pun menentang batas-batas antara perempuan dan laki-laki. Batas antara perempuan dengan cita-cita, mimpi, dan kebebasan.
Pada zaman kami lahir, kami disuguhi kebebasan yang begitu melimpah Ibu. Bersekolah saja bisa memilih antara negeri atau swasta. Menjadi sarjana di dalam negeri saja atau melancong ke negeri tetangga. Handphone dimana-mana. Duduk berdua saja kami saling mengirim perasaan dan pemikiran melalui teks yang bersuara.
Ibu, apa jadinya relung hati melihat kebebasan yang begitu direnggut? Anak muda yang hendak mengepakkan sayapnya melihat isi dunia, terpaksa harus terbentur dengan doktrin zaman baheula. Gadis muda ayu yang hendak bermimpi lebih tinggi dipaksa harus menikah. Lelaki yang tidak dikenal pun sementara kami sedang asyik berkenalan dengan pemuda lain dengan mudahnya.
Dunianya menjadi sempit. Nafas hanya cukup untuk melihat perempuan didiskriminasi. Perempuan mengurus rumah tangga saja. Membesarkan anak. Toh nanti siapa yang mengurus anak kalau sekolah tinggi-tinggi. Kodrat perempuan di rumah, itu titah. Kenyataan yang memilukan itu tertuang dalam surat-surat sebagai bentuk ketidakterimaanmu akan zaman yang sedang bergeming itu. Pendidikan ialah anugerah untuk siapa saja. Perempuan pun laki-laki. Rakyat biasa pun pribumi. Siapapun boleh membaca buku, menyelaminya, keliling ke belahan dunia mana saja.
Surat-suratmu membuka pemikiran baru akan bagaimana dunia bekerja. Perempuan tidak boleh tertinggal bahkan berhak untuk sejajar dengan laki-laki. Mimpi adalah senjata abadi yang pelurunya menembus batas-batas yang tidak pernah dijamah. Pemikiran itu beranak pinak bagi mereka yang lahir di zaman terbaru ini untuk melanjutkan mimpi sang raden ajeng. Patriarki masih ada, namun emansipasi adalah harga mati.
"Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyang"
Syurga menaungimu Raden Ayu.
Surat untuk Kartini
21 April 2021
Komentar
Posting Komentar