---
Manusia. Diantaranya tampak kita. Lahir dari rahim ibu tapi hidup dari omongan orang. Bagaimana rasanya? Hidup bersenggama dengan drama yang tidak pernah masuk list sutradara? Mungkin juga menjadi dalang bagi sekelumit naskah yang tidak pernah hadir dalam isi kepala.
Jika manusia memilih jalan kebahagiaan sendiri-sendiri, lantas bisakah ia memutuskan jalan kesedihan masing-masing? Pergi kencan dengan buku, ngopi berdua di atas balkon, menyusuri tepi jalan setelah turun hujan, atau mungkin diam sendiri di dalam kamar. Mengadu ke Tuhan. Merengek karena luka kian malam kian memar.
Siapa yang peduli? Tidakkah seluruh manusia yang hidup di belantara atau metropolitan kota saling tidak tahu perasaan setiap manusia? Setiap isi di dalamnya. Mengapa kita bersusah-susah menjebak diri sendiri pada kekhawatiran yang tidak pasti tanggal mainnya. Mengapa kita bersenang-senang pada rasa senang yang sebentar lagi akan habis masanya.
Berlari mengikuti arus atau perlahan menemukan pegangan, manusia cuma mau jadi ia yang merdeka. Bebas menentukan apa itu senang. Bebas memilih bagaimana itu sedih. Bebas menjelajah kemana arah dunia jika isinya adalah kombinasi dari baik dan tidak. Perpaduan dari tenang dan ramai. Kumpulan dari sepi dan sesak.
Manusia menyepakati bahwa semesta menempatkan ia pada satu ruang dengan banyak jendela. Satu diorama dengan banyak cahaya mungkin juga gelap yang berirama duka. Kemana harus berjalan? Supaya selalu aman tidak kurang rasa senang dan tenang? Supaya selalu sejahtera tanpa merasa khawatir atau tergesa-gesa.
Pada malam pukul tiga atau menjelang ashar di sebuah kota, manusia berlomba mencari Tuhannya. Menumpahkan semua kesal dan bimbang atau tangis dan rindu. Apakah perkabungan duka juga bisa dipahami setiap manusia di hadapannya. Semesta yang selalu titip pesan berdikari seperti nasehat ibu yang selalu panjang sampai tengah malam pukul satu.
Berbiasalah. Berbahagialah. Kita juga menyesap susah senang berkali-kali. Menyusuri patah tumbuh juga hilang dan pergi. Bertekad jadi kuat supaya selalu siap untuk sambat. Kepada Tuhan atau mungkin bahu jalan.
Komentar
Posting Komentar