Terkini

banyak semoga untuk kita

Gambar
hai teman frasa. rasanya sudah lama tidak saling sapa ya.  kita pernah menghabiskan waktu untuk menebak-nebak hidup. kita pernah duduk di tempat luas yang lapang untuk menerka-nerka kisah apa ya yang akan terjadi selanjutnya. kita pernah mengira-ngira jalan mana lagi yang akan jadi persimpangan dan pos berhenti. banyak harap yang tumbuh mekar berhamburan pada dunia kamu dan mungkin kita yang akhir-akhir kemarin sering banyak keresahan. dunia yang nyala padam di tengah lalu lalang banyak orang.  katamu, kita bukan pusat semesta, maka tidak ada yang berkewajiban senantiasa mengerti pelik isi kepala dan ruam jiwa yang membiru. kita berulang kali menyampaikan semoga di antara kata mudah-mudahan. semacam semoga kita sampai meski jalannya sangat jauh. semoga kita terus tabah meski seluruh kita sama-sama baru menjadi manusia dewasa pertama kalinya. di antara kosakata kacau dan jalan buntu, kita terus berusaha mencari pintu terbuka untuk berdiri, sekali lagi.  kita pernah berpikir

makna

Semesta selalu jadi tangan kanan. Pesan amanat didengarkan sampai bosan. Teruntuk perasaan yang sudah pulang ke rumah, istirahat, atau tengah hilang untuk siap merelakan, pernah dan sedang hidup di dalamnya adalah bagian dari halaman kita.

"Jatuh cinta apa yang paling indah? Mencintai sebuah kesendirian? Merayakan ramai dan sepi, sendiri bersama ironi. Mungkin juga mencintai kehilangan? Masuk ke dalam sela-sela kenangan dan menyadari bahwa hilang memang sedang cari jalan pulang. Bagaimana dengan mencintai seseorang? Menyelami lautan perasaan yang dalamnya tidak bisa diukur cuma dengan menolak atau menerima. Sendiri atau berdua, kita harus pergi kemana?" 
tanya Awan memecah malam itu. Ia yang sedang duduk di samping Langit mencoba menyelami perasaan lebih dalam. Langit yang selalu jadi biru yang sesungguhnya. Biru yang tidak pernah jadi orang lain.

"Kita tetap ada di bumi. Itu artinya jarak tidak pernah berarti apa-apa Awan. Bukankah hilang dan kembali juga dilahirkan oleh perasaan?" 
Langit menatap mata Awan lekat-lekat. Seperti biasanya, penuh tanda tanya yang belum menemukan jawabannya.

"Kita sedang dimana Langit? Apakah kita sudah pulang ke rumah atau sedang istirahat saja? Aku takut kalau tengah-tengah jalan adalah kebimbangan. Mau pergi kemana? Mau jalan sampai mana? Bisakah kapal sampai tempatnya?", Awan menatap kedua bilik mata Langit dalam-dalam. Dilihatnya kelopak yang menyimpan sejuta jawaban yang ia cari selama ini. Langit tidak pernah bohong. Langit yang selalu menyenangkan.

"Kamu tahu Awan? Kita tidak pernah bisa berjanji apapun atas masa depan. Kita juga tidak bisa jadi hakim atas masa lalu. Malam hari ini adalah separuh jalan dari peta yang kita bawa supaya sampai di pelabuhan. Hilang adalah sebagian perayaan untuk menyambut banyak senang. Kembali jadi jalan menyelesaikan perdebatan. Apakah kita bisa memilih diantaranya?"

Sejatinya kita akan menyadari bahwa ada rahasia yang memang tidak perlu dipecahkan. Sesuatu yang cukup untuk dinikmati tapi tidak untuk dibawa pulang.

Kita sedang disini, untuk pergi kesana.


Komentar

Advertisement

Postingan populer dari blog ini

Senandika dan Dara

Bukan Sekarang, Mungkin Nanti

K E H I L A N G A N

Part of @baitfrasa_id

Find Us on Instagram !!!